Pada (bait) ke-40, Pupuh ke-3 Gambuh, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV:
Aja kakehan sanggup.
Durung weruh tuture agupruk,
Tutur nempil panganggepe wruh pribadi.
Pangrasane keh kang nggunggung,
kang wus weruh amalengos.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Jangan terlalu banyak kesanggupan (janji).
Belum melihat dengan mata kepala sendiri tetapi banyak berbicara.
Yang dikatakannya hanya numpang mendengar seolah-olah mengetahui sendiri.
Dikiranya banyak yang menyanjung,
padahal yang mengetahuinya akan memalingkan muka.
Kajian per kata:
Aja (jangan) kakehan (kebanyakan) sanggup (kesanggupan, janji). Jangan terlalu banyak menjanjikan sesuatu kepada orang lain.
Bait ini sudah beralih ke topik lain dari bait sebelumnya, namun masih berkaitan dengan perilaku banyak omong. Dan sepertinya subyek bahasan masih sama, orang-orang yang dekat pembesar tadi. Namun kali ini yang disorot berkaitan dengan sikapnya terhadap banyak orang. Hal ini sudah disinggung pada bait ke-38 tentang adol sanggup minta pisungsung. Menyanggupi banyak orang dengan mengambil imbalan. Inilah watak para makelar kasus.
Kepada mereka bait ini menghimbau agar, jangan terlalu banyak menjanjikan sesuatu kepada orang lain. Toh dia juga tidak mengerjakan sendiri apa-apa yang disanggupinya itu. Hanya mengandalkan kedekatan dengan para pembesar yang belum juga setuju dengan usulannya.
Durung (belum) weruh (melihat sendiri) tuture (bicaranya) agupruk (banyak omong). Belum melihat dengan mata kepala sendiri tetapi banyak berbicara.
Namun para makelar memang hanya mencari untung saja, bahkan hal-hal yng belum diketahui dengan benar pun mereka banyak bicara. Agupruk atau agupyuk berarti rame sekali, seolah sudah yakin akan mampu melakukan ini dan itu, dia menyanggupi setiap permintaan.
Tutur (bicara) nempil (menumpang) panganggepe (berlagak seolah) wruh (melihat) pribadi (sendiri). Yang dikatakannya hanya numpang mendengar seolah-olah mengetahui sendiri.
Inilah tabiat para makelar, berkumpul-kumpul dengan sesamanya dan saling menukar informasi kemudian menjual informasi itu kepada orang banyak. Yang demikian itu sering kita temui di sekitar para pembesar, di kantor-kantor pelayanan, atau di dunia perdagangan. Orang-orang berusaha menutup informasi dan mengantonginya sendiri kemudian menjualnya kepada yang membutuhkan. Janji-janji kemudahan diberikan dengan imbalan upeti, padahal apa yang diusahakannya adalah sesuatu yang sebenarnya memang sudah ada bagi orang banyak tetapi disembunyikan lebih dahulu.
Pangrasane (dikiranya) keh (banyak) kang (yang) nggunggung (memuji), kang (yang) wus (sudah) weruh (tahu) amalengos (akan memalingkan muka).
Dikiranya dengan berbuat itu akan banyak yang memuji, padahal jika orang-orang tahu yang sebenarnya mereka akan memalingkan muka.
Praktek seperti ini juga banyak kita temui di jaman kini. Misalnya saja beberapa waktu lalu ada program tugas belajar bagi sejumlah pos di pemerintahan. Oleh pejabat yang berwenang informasi tentang ini disembunyikan. Dia kemudian memberi informasi ini kepada sanak saudara sendiri, dan kepada yang mau memberi imbalan. Akhirnya yang bisa ikut hanyalah sanak-saudara dan kroni-kroni yang membayarnya. Jika orang banyak tahu praktik ini apakah tidak marah dan memalingkan muka? Tentu saja, karena hak-hak khalayak telah dirampas.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/16/kajian-wulangreh-40-kakehan-sanggup-tutur-agupruk/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar