Minggu, 28 April 2024

Kajian Wulangreh (37): Gunggung Nggendhong Pamrih

 Pada (bait) ke-37, Pupuh ke-3 Gambuh, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV

Dene kang padha nggunggung,
pan sepele iku pamrihipun.
Mung warege wadhuk kalimising lathi,
lan telese gondhangipun.
Reruba alaning uwong.

 Terjemahan bahasa Indonesia:

Adapun yang senang menyanjung,
sangat sederhana keinginannya.
Yaitu hanya kenyang perut, klimisnya bibir,
dan basahnya tenggorokan.
Dengan menjual kelemahan orang lain.

Kajian per kata:

Dene (adapun) kang (yang) padha (sama-sama, maksudnya mereka yang suka memuji) nggunggung (memuji), pan sepele (hanya sederhana) iku pamrihipun (keinginannya). Adapun yang suka menyanjung, sangat sederhana keinginannya

Bait ini berisi anjuran untuk tidak terlalu memperhatikan pujian. Karena orang-orang yang memuji sebenarnya hanya ingin mendapatkan sesuatu untuk kepentingan mereka sendiri. Itu pun sebenarnya juga bukan sesuatu yang penting sekali, tetapi sekedar keinginan yang sederhana. Ini menjadi alasan mengapa seharusnya pujian atau juga cacian tidak perlu ditanggapi dengan serius.

Mung (hanya) warege (kenyangnya) wadhuk (perut) kalimising (klimisnya) lathi (bibir), lan (dan) telese (basahnya) gondhangipun (tenggorokan).

Keinginan para pemuji tersebut hanyalah mendapat makanan untuk mengenyangkan perut mereka, klimisnya bibir (tanda baru saja makan) dan basahnya tenggorokan karena minuman. Ini adakah kiasan dari kepentingan pribadi mereka saja. Mereka memuji-muji demi kecipratan rejeki yang sepele, bukan karena kepentingan yang lebih besar. Apalagi sampai keinginan untuk kemaslahatan ummat, tidak! Mereka hanya mencari sesuap nasi, seteguk air seumpamanya.

Sikap-sikap yang demikian itu memang seringkali kita jumpai dalam masyarakat. Saya punya contoh di alam nyata yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Berikut ini kisahnya:

Di sebuah dukuh tinggalah seorang anak muda yang cukup berada. Dia mempunyai usaha yang sudah mapan dan berkecukupan. Sebagaimana pepatah ada gula ada semut, maka banyak orang yang berkerumun ingin berteman dengannya. Hal itu disebabkan semata-mata karena tujuan agar kecipratan rejeki. Si anak muda tadi memang kurang berpendidikan sehingga walau cukup berada dia tidak awas dalam mengambil teman.

Suatu kali ada pemilihan kepala desa di wilayah itu. Segera saja orang-orang yang biasa berkerumun tersebut memuji-muji si anak muda tadi. Mengatakan bahwa engkau pantas menjadi Kades, pendukungmu banyak, tak ada lawan yang setara dengan kamu, kemampuanmu cukup mumpuni terbukti engkau sukses menjadi orang kaya.

Karena terus-menerus dikompori si anak muda akhirnya nggoling pendiriannya. Dia menjadi kumprung (sangat bodoh), pengung (hilang akal) dan bingung (tak tahu harus bagaimana). Dia menurut saja apa kata orang-orang disekitarnya dan menganggap hal itu sebagai kebenaran.

Karena terus menerus digunggung dia menjadi adigang, adigung dan adiguna. Dia meremehkan cakades lain sebagai calon yang tak semampu dia, sekuat dia dan sepintar dia. Padahal dari segi pendidikan dia paling rendah. Namun karena sudah tertutup pujian dan sanjungan dia lupa itu semua.

Ketika tiba di hari pencoblosan dia sangat terpukul. Perolehan suaranya tak seberapa, tak menyangka dia hanya mendapat simpati yang sangat minim. Semua itu karena dia terlalu percaya diri sehingga hilang kewaspadaan. Terlalu yakin menang hingga tak menyusun strategi mengalahkan lawan. Hancurlah dia dan orang-orang yang numpang hidup dengannya.

Reruba (menyuap, menjual) alaning (kelemahan) uwong (orang).  Dengan menjual kelemahan orang lain.

Reruba artinya besel atau suap, maksudnya adalah menyuap seseorang dengan pujian agar yang bersangkutan keluar uangnya, menjadi dermawan kepadanya. Seringkali hal demikian kita temui, seseorang yang memuji-muji dengan maksud agar yang dipuji menjadi gampang ditipu, dll.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/15/kajian-wulangreh-37-gunggung-nggendhong-pamrih/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KANCIL KANG PADHA MIRIS