Senin, 15 April 2024

Kajian Wulangreh (21): Sugih Wuwus Sampar Pakolih

Pada (bait) ke-21, Pupuh ke-2 Kinanthi, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Akeh wong kang sugih wuwus,
nanging den sampar pakolih.
Amung badane priyangga,
kang den pakolehaken ugi.
Panastene kang den umbar,
nora nganggo sawatawis.

 Terjemahan bahasa Indonesia:

 Banyak orang yang pandai bicara,
namun mengandung pamrih memperoleh keuntungan.
Untuk mementingkan diri sendiri,
hanya dirinya yang diuntungkan.
Kedengkian yang diumbar,
tanpa mengenal batas.

  

 Kajian per kata:

Akeh (banyak) wong (orang) kang (yang) sugih (banyak) wuwus (perkataan), nanging (tetapi) den (di) sampar (menendang) pakolih (memperoleh keuntungan). Banyak orang yang pandai bicara, namun mengandung pamrih memperoleh keuntungan.

Sampar artinya menendang pakai kaki secara pelan, secara sambil lalu agar tak mencolok. Ini kiasan untuk maksud tersembunyi yang disertakan dalam suatu perbuatan. Dalam konteks ini, banyak orang yang berbicara namun tidak bermaksud hanya menasehati, berbagi cerita agar anak muda mengerti, tetapi pembicaraannya memuat keinginan untuk memperoleh keuntungan.

Hal seperti di atas sering kita temui dalam percakapan sehari-hari yang non formal seperti di gardu ronda, di pasar, di pinggir jalan, di tempat nongkrong, orang-orang yang sugih umuk akan banyak bicara untuk menarik perhatian. Adakalanya juga di forum formal sperti di pertemuan, rapat-rapat sampai majelis tinggi negara, ada orang yang berbicara hanya karena ingin tampil dan mendapat perhatian demi kepentingan tertentu.

Amung (hanya) badane (dirinya) priyangga (sndiri), kang (yang) den (di) pakolehaken (perolehkan) ugi (juga).  Hanya mementingkan diri sendiri, hanya dirinya yang diuntungkan

Dalam perkataan-perkataan mereka terkandung maksud untuk memperoleh keuntungan bagi diri mereka sendiri. Terlebih-lebih di jaman sekarang ini sikap demikian sangat vulgar dipertontonkan dalam dunia politik. Berpura-pura vokal padahal hanya ingin disorot kamera, berpura-pura ngotot agar kelihatan memperjuangkan rakyat demi meraih citra baik, tampak bersikap kritis padahal hanya mencari-cari kesalahan pihak lawan. Dan yang paling busuk, berbuat onar supaya lawan jatuh  agar dirinya yang mendapat giliran berkuasa.

Panastene (kedengkian) kang (yang) den (di) umbar (umbar), nora (tidak) nganggo (memakai)  sawatawis (batas, pertimbangan).

Kedengkiannya diumbar, asal kritik sana sini agar kelihatan vokal dan gigih membela orang lain, padahal mengusung agenda tersembunyi. Mengkritik itu bagus jika dilakukan sawatawis, dalam batas kewajaran. Jika semua langkah dikritik maka bukan kritik namanya, namun ungkapan kebencian.

Emosinya dipertontonkan agar terkesan empatik, padahal hanya memperolok lawan. Bicara lantang agar terkesan peduli, supaya lawan jatuh martabatnya. Berteriak keras laksana orang teraniaya, agar lawan terkesan zhalim.

Melakukan gerakan simpatik, agar lawan tersingkir karena mendapat citra buruk. Kebijakan populis dilakukan demi meraih simpati publik, padahal hanya sekedar melanggengkan kekuasaan. Berdalih menegakkan hukum padahal hendak membungkam lawan. Dan lain-lain banyak lagi kalau membahas kebusukan-kebusukan di dunia politik, baik yang dilakukan penguasa, oposan, atau sekedar amatiran.

Tentu saja hal di atas adalah bagian buruk dari dunia perpolitikan, di samping itu banyak sikap terpuji yang layak untuk diteladani, namun pembahasan kita kali ini memang tentang keburukan dari banyak berbicara. Dan dari mereka ada banyak contoh yang bisa dikemukakan. Bait-bait berikutnya masih akan membahas tentang keburukan dalam berbicara. Jangan bosan untuk mengikuti karena segala keburukan sifat manusia juga layak diketahu, agar kita terhindar darinya.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/13/kajian-wulangreh-21-sugih-wuwus-sampar-pakolih/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KANCIL KANG PADHA MIRIS