Pada (bait) ke-39, Pupuh ke-3 Gambuh, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV:
Yen wong mangkono iku,
nora pantes cedhak lan wong agung.
Nora wurung anuntun panggawe juti.
Nanging ana pantesipun,
wong mangkono didhedheplok.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Orang seperti itu,
tidak pantas untuk berdekatan dengan pembesar.
Tak urung menuntun untuk berbuat jahat.
Meskipun begitu ada hal yang pantas baginya,
orang yang seperti itu ditumbuk saja.
Kajian per kata:
Yen (kalau) wong (orang) mangkono (seperti) iku (itu), nora (tak) pantes (pantas) cedhak (dekat) lan (dengan) wong (orang) agung (besar). Orang seperti itu, tidak pantas untuk berdekatan dengan pembesar.
Orang-orang yang menjilat tadi yang kelakuannya sudah diuraikan dalam bait sebelumnya, Adol Sanggup Minta Pisungsung, tidak pantas berdekatan dengan para pembesar. Akan rusaklah masyarakat jika ada segelintir orang yang demikian itu. Dia akan menakut-takuti ke bawah dan menghasut ke atas.
Jika mendekat ke penguasa dia tak menjadi penyambung lidah rakyat, tetapi akan memanipulasi informasi, membelokkan aspirasi, menyetir kebijakan, menyesatkan opini, memelintir perintah, dan masih banyak kekejian yang sanggup ia lakukan.
Jika mendekat ke orang kaya dia tak akan menambah kekayaan orang yang didekati, tetapi malah akan memporotinya. Jika mendekat ke orang miskin pun juga takkan membantu sesama saudara miskinnya, tetapi justru menghisapnya. Kepada orang kaya minta komisi, kepada orang miskin minta upeti. Kelakuannya sungguh tak terbayangkan, tetapi waspadalah orang yang demikian itu ada.
Nora (tak) wurung (urung) anuntun (menuntun, mendorong) panggawe (ke arah perbuatan) juti (jahat). Tak urung menuntun untuk berbuat jahat.
Tak urung orang-orang seperti itu akan menuntun kepada perbuatan jahat. Terhadap orang yang berkuasa dia berusaha mengambil hati agar kebijakan yang dikeluarkan menguntungkannya. Berpura-pura memberi masukan dan nasihat tetapi pamrih hatinya lebih kuat tampil. Berbisik-bisik, berkasak-kusuk menyesatkan. Sungguh celaka sebuah bangsa jika mempunyai warga seperti ini.
Nanging (meskipun demikian) ana (ada) pantesipun (hal yang pantas baginya), wong (orang) mangkono (seperti itu) didhedheplok (ditumbuk saja). Meskipun begitu ada hal yang pantas baginya, orang yang seperti itu ditumbuk saja.
Gatra terakhir ini menyiratkan kebencian yang sangat terhadap para penjilat yang merusak masyarakat seperti di atas. Kata didhedheplok berarti didheplok berkali-kali. Sungguh ini merupakan ungkapan kejengkelan yang bertumpuk-tumpuk. Dan tampaknya ungkapan ini juga mewakili perasaan kita semua.
Namun demikian, tidak mudah menemukan para penjilat ini di alam nyata. Mereka sangat pandai menyamar sebagai pahlawan masyarakat. Kedok mereka tertutup rapi. Mereka juga piawai menyiasati hukum, berkelit, bermanuver agar tak terpergok. Pun jika tertangkap mereka akan tampil dengan senyum menawan, mencitrakan diri sebagai orang yang dizholimi. Salah tangkap kalian! Begitu protesnya.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/16/kajian-wulangreh-38-anuntun-panggawe-juti/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar