Pada (bait) ke-61 sampai 62, Pupuh ke-5 Maskumambang, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.
Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi,
pan nemu duraka,
ing dunya praptaning akhir,
tan wurung kasurang-surang.
Maratani mring anak putu ing wuri,
den padha prayitna,
aja sira kumawani,
ing bapa tanapi biyang.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Orang yang tidak menurut nasihat orang tua,
itu durhaka.
Di dunia sampai akhirat,
akan menemui celaka yang beruntun.
Merata hingga ke anak-cucu hingga waktu di belakang nanti.
Oleh karena itu semua harap diperhatikan,
jangan sampai berani kurang ajar,
kepada ayah dan ibu.
Kajian per kata:
Wong (orang) tan (tak) manut (menurut) pitutur (nasihat) wong (orang) tuwa (tua) ugi (juga), pan (akan) nemu (betemu, disebut) duraka (durhaka). Orang yang tidak menurut nasihat orang tua itu durhaka.
Pada bait sebelumnya telah diuraikan bahwa orang tua menempati prioritas dalam hal didengar perkataannya. Apabila mereka memberi nasihat yang baik maka wajib bagi kita untuk mengikuti dan memprioritaskannya melebihi pendapat orang lain. Apabila kita tidak menuruti nasihat baik orang tua, dan bahkan menentang, kita adalah anak durhaka.
Ing (di) dunya (dunia) praptaning (sampai) akhir (akhirat), tan (tak) wurung (urung) kasurang–surang (celaka yang beruntun). Di dunia sampai akhirat akan menemui celaka yang beruntun.
Konsekuensi dari sikap durhaka adalah celaka dalam hidupnya, serba ditimpa kemalangan yang tak henti-henti. Semua serba sulit baginya, jika bekerja sulit berhasil, jadi pegawai tak naik-naik pangkat, jika berdagang tak untung-untung. Semua itu karena apa yang dilakukannya tanpa restu dan doa orang tuanya, tanpa keridhaan hati mereka. Hal ini akan terasa mengganjal di hati pelaku, dan tak membuat susah orang tua. Akibatnya semua yang dilakukan terasa berat. Mungkin hal inilah yang membuat semua menjadi serba sulit.
Doa orang lain terhadap kita adalah juga sebuah dukungan yang luar biasa efeknya, maka jika melakukan sesuatu tak ada salahnya mohon ijin, restu dan doa dari orang yang kita kenal, agar hati mereka nyaman dan doa akan terpanjatkan untuk kita. Terlebih-lebih terhadap orang tua, mereka mempunyai otoritas untuk mengatur hidup kita, maka doa dan restunya amat penting untuk keberhasilan kita kelak. Jika orang tua sudah ridha terhadap apa yang kita lakukan, Insya Allah yang dilangit pun akan meridhai kita.
Maratani (merata) mring (hingga ke) anak (anak) putu (cucu) ing wuri (dibelakang nanti). Merata hingga ke anak-cucu hingga waktu di belakang nanti.
Kemalangan yang kita terima akan terus berlanjut kalau restu orang tua belum kita dapat. Bahkan akan menjadi batu sandungan sampai ke anak-cucu. Hal ini berkaitan dengan syafa’at (pertolongan dari Allah) yang akan terputus jika kita sampai menentang orang tua. Karena orang tua adalah wakil Tuhan, Allah SWT, dalam merawat kita.
Marilah kita sedikit melebar agar mendapat gambaran yang lebih utuh tentang hal ini. Manusia pda dasarnya adalah khalifah Allah di bumi, arti khalifah itu sendiri dalam hal ini adalah pengganti. Apa saja peran Allah yang digantikan oleh manusia? Saya tidak ingin berpanjang lebar membahas itu, saya fokuskan pada satu hal saja yakni peran Allah sebagai Rabb, pemelihara. Peran ini sangat apik digantikan oleh manusia melalui pemeliharaan terhadap anak-anak mereka.
Manusia berbeda dengan kambing dan sapi yang sesaat setelah lahir sudah bisa berlarian kemana-mana. Manusia lemah dan tak bisa apa-apa ketika lahir, maka orang tualah yang menjadi pemelihara bagi mereka. Karena itulah orang tua adalah pengganti Tuhan.
Den (oleh) padha (sama-sama, semua, siapa saja) prayitna (harap diperhatikan), aja (jangan) sira (engkau) kumawani (berani, kurang ajar), ing (kepada) bapa (ayah) tanapi (dan) biyang (ibu). Oleh karena itu semua harap diperhatikan, jangan sampai berani kurang ajar, kepada ayah dan ibu.
Oleh karena itu kepada siapa saja hendaknya memperhatikan hal ini, jangan sampai engkau berani kurang ajar kepada mereka. Turutilah nasihatnya yang baik, jangan berselisih tentang perkara-perkara yang tidak perlu. Bilamana ada ketidakcocokan tidak perlu diungkapkan dengan perkataan kasar. Bilamana mereka telah tua dan membutuhkan pertolongan dalam hidup jangan sampai kita bersikap kurang manis, menunjukkan raut muka yang masam, sampai-sampai mengeluarkan perkataan bernada keluhan. Itulah bakti anak kepada orang tua yang selalu harus diperdi dan dipersudi.
Kami cukupkan sekian dahulu kajian serat Wulangreh tentang topik ini. Semoga memberi manfaat bagi yang berkenan membacanya. Dan semoga rezeki Anda sekalian lancar atas bakti yang Anda lakukan untuk kemanusiaan.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/21/kajian-wulangreh-6162-tan-manut-bakal-duraka/