Pada (bait) ke-53, Pupuh ke-4 Pangkur, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV:
Aja nedya katempelan,
ing wewatek kang tan pantes ing budhi,
Watek rusuh nora urus,
tunggal lawan manungsa.
Dipun sami karya labuhan kang patut,
darapon dadi tuladha,
tinuta mring wong kang wuri.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Jangan sampai terjangkiti,
oleh watak yang tak pantas bagi (orang) yang berbudi.
Watak kotor tang tak dibenarkan,
jika bersatu dalam diri manusia.
Seyogyanya berbuatlah pengabdian yang pantas,
supaya menjadi teladan,
dan diikuti oleh (generasi) belakangan.
Kajian per kata:
Aja (jangan) nedya (hendak, akan, ingin) katempelan (terjangkiti), ing (oleh) wewatek (watak) kang (yang) tan (tak) pantes (pantas) ing (dalam) budhi (akal budi). Jangan sampai terjangkiti oleh watak yang tak pantas bagi (orang) yang berbudi.
Manusia adalah makhluk yang berakal budi. Sanggup untuk berbuat dengan akhlak yang mulia, maka penuhilah kodrat itu. Jangan sampai malah terjangkit sifat-sifat yang tak pantas disandang oleh manusia, seperti layaknya sifat-sifat iblis. Dalam dunia hewan saja kadang kita temukan perilaku yang mulia semisal ungkapan kesetiaaan atau saling bekerja sama, apalagi sebagai manusia sudah seharusnya mempunyai watak yang lebih baik.
Watek (watak) rusuh (kotor) nora urus (tak benar, tidak sesuai tatanan), tunggal (menyatu) lawan (dengan) manungsa (manusia). Watak kotor tak dibenarkan jika bersatu dalam diri manusia.
Yaitu watak kotor yang tidak benar, tidak seharusnya menyatu dalam tubuh manusia. Rusuh dalam bahasa Jawa berarti kotor, kemproh, lekoh. Biasanya kata ini dipakai untuk menyebut orang yang perkataannya kotor, saru dan tak sopan. Nah, sifat-sifat yang demikian tak seharusnya menyatu dalam jiwa dan tubuh manusia, tan patut lamun kajiwa lan kasalira dening manungsa.
Dipunsami (upayakan bersama, seyogyanya) karya (membuat) labuhan (peninggalan) kang (yang) patut (pantas), darapon (supaya) dadi (menjadi) tuladha (teladan), tinuta (bisalah diikuti) mring (oleh) wong (orang) kang (yang) wuri (belakang, kelak, nanti). Seyogyanya buatlah peninggalan yang pantas, supaya menjadi teladan, dan diikuti oleh orang-orang yang belakangan.
Labuhan adalah buangan atau sesuatu yang jatuh. Dilabuh artinya dibuang ke laut agar ditemukan orang lain. Labuhan yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang akan ditemukan oleh generasi yang akan datang, atau dengan kata lain: sebuah peninggalan.
Sebagai ganti dari sifat kotor tadi seyogyanya upayakan agar mampu membuat peninggalan yang pantas kepada masyarakat. Suatu perbuatan yang berguna bagi peradaban manusia secara keseluruhan. Supaya kelak menjadi teladan bagi orang-orang yang datang belakangan, yaitu generasi yang akan datang. Anak-cucu yang akan mewarisi bumi yang kita pijak sekarang ini.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/20/kajian-wulangreh-53-karya-labuhan-kang-patut/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar