Pada (bait) ke-52, Pupuh ke-4 Pangkur, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV:
Ing sabarang tingkah polah.
Ing pangucap tanapi lamun linggih,
sungkan asor ambekipun,
pan lumuh kaungkulan,
Ing sujanma pangrasane dhewekipun,
nora nana kang memadha,
angrasa luhur pribadi.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Dalam semua tingkah polah.
Dalam perkataan dan juga ketika duduk,
wataknya tak mau kalah (oleh orang lain),
dan juga tak mau ada yang melebihi.
Di antara orang-orang dia merasa dirinya,
tidak ada yang menyamai,
merasa paling tinggi.
Kajian per kata:
Ing (dalam) sabarang (semua) tingkah (tingkah, perbuatan) polah (polah, laku), ing (dalam) pangucap (perkataan) tanapi (dan juga) lamun (ketika) linggih (duduk), sungkan (tak mau) asor (kalah) ambekipun (wataknya), pan (dan juga) lumuh (tak mau) kaungkulan (ada yang melebihi). Dalam semua tingkah polah (perbuatan). Dalam semua tingkah polah. Dalam perkataan dan juga ketika duduk, wataknya tak mau kalah (oleh orang lain), dan juga tak mau ada yang melebihi.
Penggubah serat ini tidak menyebut nama dari tabiat seperti yang diuraikan dalam bait ini. Tetapi dari ciri-ciri yang disampaikan ini adalah watak orang yang pengecut. Seorang pengecut biasanya tak mau kalah dari orang lain. Yang sebenarnya dia berhati kerdil karena menganggap jika kalah dari orang lain adalah aib.
Orang seperti ini biasanya tak mempunyai kelebihan yang dapat diandalkan, pecundang tetapi ingin eksis. Akibatnya dalam setiap kesempatan dia akan membenci orang yang lebih baik dari dirinya. Dia akan menyerangnya dengan mencari-cari kelemahan orang itu, sehingga tampak orang itu lebih buruk dari dirinya.
Orang dengan watak seperti ini takkan pernah mendapatkan hikmah apapun dari kehidupannya. Jika ada sesuatu yang baik pada orang lain dia tak mau belajar atau mencontoh, tetapi malah akan sibuk mencari kelemahan orang itu agar dapat mengatakan, dia juga tak sempurna! Tak lebih baik dariku!
Ing (di) sujanma (orang-orang) pangrasane (ia merasa) dhewekipun (dirinya), nora (tidak) nana (ada) kang (yang) memadha (menyamai), angrasa (merasa) luhur (tinggi) pribadi (dirinya). Di antara orang-orang dia merasa dirinya tidak ada yang menyamai, merasa paling tinggi.
Orang seperti ini juga merasa dirinya tak ada yang menyamai. Jika ada kelebihan dirinya sedikit saja akan dia agung-agungkan, sehingga tampak oleh pandangannya sendiri sebagai perbuatan besar yang tak dapat disamai oleh orang lain. Sementara jika menemukan kelemahan pada dirinya dia akan menghibur diri dengan berkata, orang lain juga lebih banyak kelemahannya.
Orang seperti ini tertutup mata hatinya, tak mampu melihat kebenaran di mana pun dia berada. Ada pepatah dalam bahasa Indonesia yang sangat tepat menggambarkan keadaan orang ini: seperti katak dalam tempurung.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/20/kajian-wulangreh-52-katak-dalam-tempurung/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar