Pada (bait) ke-63 sampai 65, Pupuh ke-5 Maskumambang, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.
Ana uga etung-etungane kaki,
lelima sinembah,
dununge sawiji-wiji,
sembah lelima punika.
Kang dhingin rama ibu kaping kalih,
marang maratuwa,
lanang wadon kaping katri,
ya marang sadulur tuwa.
Kaping pate marang guru sayekti,
sembah kaping lima,
marang Gustinira yekti,
parincine kawruhana.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Ada juga bilangannya Nak,
lima yang harus disembah.
Satu per satu,
kelimanya adalah:
Yang pertama adalah ayah dan ibu, yang kedua
adalah kepada mertua mertua
laki-laki dan perempuan, yang ketiga
adalah kepada saudara tua.
Yang keempat adalah berbakti kepada guru kita.
Yang kelima adalah,
berbakti kepada raja (pemimpin).
Perincian tentang kelimanya ketahuilah.
Kajian per kata:
Ana (ada) uga (juga) etung–etungane (hitungan bilangannya) kaki (Nak), lelima (lima) sinembah (yang disembah), dununge (letaknya) sawiji–wiji (satu per satu), sembah (sembah) lelima (kelimanya) punika (yaitu). Ada juga bilangannya Nak, lima orang yang harus disembah. Satu per satu kelimanya adalah:
Dalam bahasa Jawa arti sembah adalah penghormatan. Ini bisa bermakna banyak, bisa kepada ayah-ibu, masyarakat, negara atau kepada Tuhan. Maka kata sembah ini mempunyai banyak sinonim: kurmat, bekti, pangaji-aji. Jika ditujukan kepada Tuhan kata sembah ditambah dengan kata Hyang, menjadi sembahhyang, sembahyang. Jadi sembah yang dimaksud dalam bait ini adalah penghormatan atau bakti.
Penghormatan artinya pengakuan terhadap kedudukan yang tinggi kepada yang dihormati. Bakti artinya pemberian takzim. Pangaji-aji artinya menganggap seseorang sebagai sosok yang sangat dihargai. Arti sembah di sini perlu ditegaskan agar tidak rancu dengan sembahyang. Tetapi untuk selanjutnya kita akan memakasi istilah berbakti saja agar tidak rancu dengan arti menyembah dalam bahasa Indonesia, karena kajian kita ini memakai bahasa Indonesia.
Perlu diketahui bahwa dalam budaya Jawa ada lima sosok yang kita harus berbakti pada mereka, kelimanya adalah:
Kang (yang) dhingin (pertama) rama (ayah) ibu (ibu) kaping kalih (yang kedua), marang (kepada) maratuwa (mertua), lanang (laki-laki) wadon (perempuan) kaping katri (yang ketiga), ya (ialah) marang (kepada) sadulur (saudara) tuwa (tua). Yang pertama adalah ayah dan ibu, yang kedua adalah kepada mertua laki-laki dan perempuan, yang ketiga adalah kepda saudara tua.
Ayah-ibu adalah orang tua yang melahirkan kita. Apabila kita anak angkat maka yang dimaksud ayah-ibu adalah mereka berdua yang membesarkan dan merawat kita. Hal ini tidak mengapa karena mereka adalah ganti orang tua, meskipun demikian kalau orang tua kandung masih ada hormat kita juga kita haturkan untuknya.
Mertua adalah ayah-ibu pasangan (suami/istri) kita. Kepada mereka juga kita haturkan hormat dan bakti layaknya kepada orang tua kandung. Dalam budaya Jawa mertua adalah juga orang tua kita sendiri.
Saudara tua yang dimaksud adalah saudara yang kita dibesarkan dalam lingkungan keluarga inti kita, bisa jadi itu saudara kandung, saudara lain ayah/ibu, atau saudara tiri, atau saudara angkat, yang hidup bersama dalam satu keluarga.
Kaping pate (yang keempat) marang (kepada) guru (guru) sayekti (sebenarnya). Yang keempat adalah berbakti kepada guru kita.
Kata sayekti di sini hanyalah penegasan, jadi tidak ada makna khusus. Memang kepada guru kita harus berbakti karena kepada mereka kita telah mengambil banyak pelajaran.
Sembah (sembah) kaping lima (yang kelima), marang (kepada) Gustinira (raja, pemimpin) yekti (sebenarnya), parincine (perinciannya) kawruhana (ketahuilah). Yang kelima adalah berbakti kepada raja (pemimpin). Perincian tentang kelimanya ketahuilah.
Kata gusti disini bermakna raja, karena sistem yang dipakai pada masa serat ini digubah adalah kerajaan. Tetapi maksud dari gatra ini adalah pemimpin yang berkuasa di wilayah tempat kita tinggal. Kalau sekarang ya berarti pemimpin negara, yakni yang tergabung dalam trias politika. Kepada mereka kita juga seharusnya berbakti.
Telah kami uraikan tentang lima bakti yang harus kita lakukan dalam kehidupan ini. Perincian dan alasan mengapa kita harus melakukan itu ada dalam bait-bait selanjutnya. Nantikan kajian berikutnya. Jangan sampai tertinggal.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/21/kajian-wulangreh-6365-bekti-kang-lelima/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar